Demi Tetangga

Suatu siang, ketika sedang mengecek hand-phone untuk melihat apakah ada pesan singkat yang masuk, saya melihat adik saya membuat status di profil-nya “Pohonnya ditebang deh…”. Status itu sedikit menarik perhatian saya, karena saya sangat benci jika ada pohon ditebang, untuk alasan apapun. Saya ingin semua makhluk alam seperti pohon dibiarkan tumbuh begitu saja, memenuhi arahan dari alam. Tapi karena kesibukan pekerjaan di kantor, status itu segera terusir dari benak saya.

Baru pada malam harinya, saya benar-benar kaget ketika melihat keadaan di halaman rumah. Dua pohon terbesar yang ada di pekarangan saya nyaris lenyap! Pohon Matoa langka dari Irian hanya tersisa selapis tipis ranting dan dedaunan di cabang terendah, sedangkan di bagian puncak semuanya habis. Pohon Mangga di sebelahnya malah lebih memprihatinkan. Hanya tersisa satu bonggol setinggi kira-kira 4 meter, dan daunnya sudah habis. Sebagai gantinya, saya menemukan gunungan besar daun dan batang di tanah. Beberapa sudah ditumpuk di satu pojok, dan banyak yang masih menggunung di sana-sini. Terlebih lagi, kedua pohon sedang lebat berbuah. Matoa hanya berbuah setahun sekali, dan buahnya begitu manis dan langka. Betapa teririsnya hati saya!

Saya mematung beberapa saat di pekarangan sebelum akhirnya tersadar dan masuk ke rumah dengan amarah meluap. Saya tahu saya tidak bisa marah atau menyalahkan siapapun, karena rumah ini bukan rumah saya sendiri. Sangat tersiksa rasanya melihat hal semacam itu di tempat tinggal kita sendiri! Saya bukan ahli biologi namun saya tahu proses rumit yang harus dilalui alam untuk menumbuhkan sebatang pohon. Bayangkan betapa rumitnya kolaborasi yang dibutuhkan alam untuk melahirkan satu helai daun saja. Betapa banyak energi dan usaha yang dikerahkan pohon untuk tumbuh 1 sentimeter saja. Berapa puluh tahun dihabiskan untuk menumbuhkan dan memperkokoh batang hingga menjulang tinggi menantang langit, dan semuanya tersia-sia hanya dalam satu malam saja!

Malam itu saya menangis. Kalau saja saya memiliki kekuatan untuk menumbuhkan. Ayah bilang pohon-pohon itu ditebang karena tetangga sebelah rumah saya (yang sangat terhormat, sama terhormatnya dengan tetangga-tetangga saya yang lain) sangat gusar karena dedaunan dari halaman kami telah mengganggu kerapian dan kebersihan halamannya. Ingin sekali saya bilang pada tetangga saya itu: coba tumbuhkan satu helai rumput saja jika kamu bisa!

Note: kini tidak terdengar lagi suara musang dan binatang malam lainnya riuh berpesta buah di halaman rumah saya di tengah malam. Tidak ada lagi sesi pungut buah hasil berbagi dengan mereka di pagi hari, sebelum menempuh perjalanan ke kantor.

 

XOXO,

 

Luna.

Leave a comment